Senin, 15 September 2014

Pengujian warna pada bahan pangan



PRAKTIKUM PENGUJIAN WARNA PADA BAHAN PANGAN

LAPORAN PRAKTIKUM

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Tugas Mata Kuliah Analisis Pangan dengan Dosen Pengampu Siti Mujdalipah, S.Tp., M.Si


Oleh :
Neng Rika Nurmala (1203209)
Winda Widia Agustina (1200650)
Kelompok 3







PROGRAM STUDI PENDIDIKAN TEKNOLOGI AGROINDUSTRI
FAKULTAS PENDIDIKAN DAN KEJURUAN
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2014

Pengujian Warna pada Bahan Pangan
Neng Rika Nurmala dan Winda Widia Agustina
Pendidikan Teknologi Agroindustri, Fakultas Pendidikan Teknologi dan Kejuruan, Universitas Pendidikan Indonesia
Kelompok 3
ABSTRAK
Zat Pewarna adalah bahan tambahan makanan yang dapat memperbaki warna makanan yang berubah atau menjadi pucat selama proses pengolahan atau untuk memberi warna pada makanan agar kelihatan lebih menarik. Zat pewarna yang ditambahkan pada bahan makanan terbagi menjadi dua bagian yaitu zat pewarna alami dan buatan. Akan tetapi seringkali terjadi penyalahgunaan pemakaian zat pewarna untuk sembarang bahan pangan, misalnya zat pewarna untuk tekstil dan kulit dipakai untuk mewarnai bahan pangan. Hal ini jelas sangat berbahaya bagi kesehatan karena adanya residu logam berat pada zat pewarna tersebut.
Kata kunci : zat pewarna alami, zat pewarna buatan





Pendahuluan
            Lingkup bahan tambahan (Food Additives), bahan ikutan (FoodAdjuncts) dan bahan cemaran (Food Contaminants) yang ada dalam bahan pangan, sangat luas. Dengan perkembangan teknologi pengolahan bahan makanan yang sangat pesat, maka bahan-bahan tambahan yang sengaja ditambahkan ke dalam bahan semakin banyak jumlahnya. Demikian juga makin lama makin banyak yang dapat diidentifikasikan dan dikenal secara kimiawi. Namun demikian sifat bahan ikutan masih harus berlaku yaitu kegunaannya sebagai zat gizi tidak ada atau masih diragukan. Juga bahan cemaran yang masuk ke dalam ahan makanan umumnya dengan tidak disengaja dan tidak dikehendaki semakin banuak jenisnya. Dengan bertambah rumitnya teknik pengolahan dan penggunaan peralatan yang semakin beragam, tingkat dan jenis pencemaran bahan makanan juga semakin banyak.
Bahan tambahan secara definitive dapat diartikan sebagai: bahan yang ditambahkan dengan sengaja dan kemudian terdapat dalam makanan sebagai akibt dari berbgai tahap budidaya, pengolahan, penyimpanan maupun pengemasan. Pada kenyataanya, berbaga bahan tambahan yang dikenal sekaranf merupakan modifikasi bahan-bahan yang seevara alamiah ada dalam bahan makanan sebeblumnya. Adapun tujuan penggunaan bahan tambahan adalah untuk :
1.         Mempertahankan atau memperbaiki nilai gizi makanan. Contohnya: tambahan, iodin, besi, asam amino.
2.         Mempertahankan kesegaran bahan, terutama untuk menghambat kerusakan bahan oleh mikroorganisme (jamur, bakteri dan khamir),. Bahan pengawet juga bertuuan untuk mempertahankan kesefgaran waena maupun aroma. Contohnya: natrium nitrit (mematikan bakteri, memeprtahankan warna daging), anti oksigen (mencegah ketengikan dengan vitamin C, Butylated Hydroxy Anisol/BHA atau Butylated Hydroxy Toluen/BHT)
3.         Membantu mempermudah pengoahan dan persiapan. Contohnya: bahan pengmulsi *kuning telur, lecithin), penstabil, pengental, pengembang (ragi, bubuk roti), pencegah lengket (antivaking untuk garam halus supaya tidak lengket).
4.         Membantu memperbaiki kenampakan atau aroma makanan. Contohnya: pewarna makanan (alamiah maupun buatan) dan aroma.
Peningkatan kualitas sumber daya manusia salah satunya ditentukan oleh kualitas pangan yang dikonsumsinya. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 menyatakan bahwa kualitas pangan yang dikonsumsi harus memenuhi beberapa kriteria, di antaranya adalah aman, bergizi, bermutu, dan dapat terjangkau oleh daya beli masyarakat ( Mudjajanto, 2003 ). Aman yang dimaksud di sini mencakup bebas dari cemaran biologis, mikrobiologis, kimia, logam berat, dan cemaran lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia.
Bahan pewarna saat ini memang sudah tidak bisa dipisahkan dari makanan dan minuman olahan. Berbagai makanan yang dijual di toko, warung dan para pedagang keliling hampir selalu menggunakan bahan pewarna. Warna ini biasanya menyesuaikan dengan rasa yang ingin ditampilkan pada produk tersebut. Misalnya untuk rasa jeruk diberi warna oranye, rasa stroberi dengan warna merah, rasa nanas dengan warna kuning, rasa leci dengan warna putih, rasa anggur dengan warna ungu, rasa pandan dengan warna hijau, dan seterusnya.
Secara umum bahan pewarna yang sering digunakan dalam makanan olahan terbagi atas pewarna sintetis (buatan) dan pewarna natural (alami). Pewarna sintetis pada umumnya terbuat dari bahan-bahan kimia. Misalnya tartrazin untuk warna kuning, allura red untuk warna merah, dan seterusnya. Kadang-kadang pengusaha yang nakal juga menggunakan pewarna bukan makanan (non food grade) untuk memberikan warna pada makanan.
Pewarna sintetis masih sangat diminati oleh para produsen makanan. Alasan pertama adalah masalah harga. Pewarna kimia tersebut dijual dengan harga yang jauh lebih murah dibandingkan dengan pewarna alami. Alasan kedua adalah stabilitas. Pewarna sintetis memiliki tingkat stabilitas yang lebih baik, sehingga warnanya tetap cerah meskipun sudah mengalami proses pengolahan dan pemanasan. Sedangkan pewarna alami mudah mengalami degradasi atau pemudaran pada saat diolah dan disimpan.
Masalah yang dapat timbul dari penggunaan pewarna sintetis yang tidak proporsional pada makanan dan minuman adalah dapat menimbulkan masalah kesehatan. Pilihan terbaik yaitu dengan penggunaan pewarna alami, karena menggunakan bahan alam yang tidak menimbulkan efek negatif pada tubuh. Bahan pewarna sintetis yang boleh digunakan untuk makanan (food grade) pun harus dibatasi jumlahnya. Karena pada dasarnya, setiap benda sintetis yang masuk ke dalam tubuh kita akan menimbulkan efek.
Bahan Tambahan Makanan (BTM) atau food additives adalah senyawa (atau campuran berbagai senyawa) yang sengaja ditambahkan ke dalam makanan danterlibat dalam proses pengolahan, pengemasan dan/atau penyimpanan, dan bukanmerupakan bahan (ingredient) utama ( Siagian, 2002 ). Sementara itu pada Undang-undang RI No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan khususnya pada Bab II (Kemanan Pangan) Bagian Kedua disebutkan banwa yang dimaksud dengan bahan tambahan pangan adalah bahan yang ditambahkan ke dalam pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk pangan. Penggunaan bahan tambahan pangan dalam produk pangan yang tidak mempunyai resiko kesehatan dapat dibenarkan, karena hal tersebut lazim digunakan.
Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 235/MENKES/PER/VI/1979 tanggal 19 Juni 1979 mengelompokkan BTM berdasarkan fungsinya, yaitu: (1) antioksidan dan antioksidan sinergis, (2) anti kempal, (3) pengasam, penetral dan pendapar, (4) enzim, (5) pemanis buatan, (6) pemutih dan pematang, (7) penambah gizi, (8) pengawet, (9) pengemulsi, pemantap dan pengental, (10) pengeras, (11) pewarna alami dan sintetik, (12) penyedap rasa dan aroma, (13) sekuestran, dan (14) bahan tambahan lain.
Pewarna makanan merupakan bahan tambahan pangan yang dapat memperbaiki penampakan makanan. Penambahan bahan pewarna makanan mempunyai beberapa tujuan, di antaranya adalah memberi kesan menarik bagi konsumen, menyeragamkan dan menstabilkan warna, serta menutupi perubahan warna akibat proses pengolahan dan penyimpanan ( Mudjajanto, 2003 ).
Secara garis besar pewarna dibedakan menjadi dua, yaitu pewarna alami dan sintetik. Pewarna alami yang dikenal di antaranya adalah daun suji (warna hijau), daun jambu/daun jati (warna merah), dan kunyit untuk pewarna kuning. Sedangkan menurut GG Birch (1976), zat pewarna makanan terbagi dalam dua kelompok, yaitu centrified colour dan uncentrified colour. Uncentrified colour merupakan zat pewarna alami berupa ekstrak pigmen dari tumbuh-tumbuhan atau hewan dan zat pewarna mineral.

Metodologi
2.1 Waktu dan Tempat
Praktikum ini dilaksanakan pada Kamis, 6 Maret 2014, bertempat di Laboratorium Kimia Program Studi Pendidikan Teknologi Agroindustri, Fakultas Pendidikan Teknologi dan Kejuruan, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.
2.2 Alat dan bahan
Alat-alat yang digunakan adalah gelas ukur, timbangan analitik, oven, loyang, stopwatch, kompor. Selanjutnya, bahan-bahan yang digunakan adalah kerupuk, saus, kukubima selai, wante (pewarna tekstil), Fanta, dan nutrisari.
2.3 Prosedur Kerja Analisa Kualitatif Bahan Pewarna
Sebanyak 30 ml sampel ditambahkan dengan HCl 0.05N hingga pH larutan menjadi 4. Sampel yang pada sebelumnya ditambahkan dengan air sebanyak 25ml dengan penambahan sampel 5gr kemudian dihomogenkan dan diambil 30 ml untuk diasamkan dengan HCl 0.05N. sediakan benang wol dengan panjang 40cm yang akan digunakan untuk mengekstrak warna, untuk menghilangkan pewarna yang ada didalam benang wal didihkan didalam air mendidih selama 30 menit dan kemudian dikeringkan dioven sampai benang wol kering. Benang wol yang telah kering dibagi menjadi 4 bagian dan kemudian dimasukan kedalam sampel yang telah diasamkan dan didihkan selama 30 menit. Benang kemudian dikeluarkan dan dicuci dengan aquades yang selanjutkan dikeringkan kembali. 4 bagian benang wol yang telah kering di letakan diatas loyang dan masing-masing potongan benang ditetesi NaOH 10%, HCl pekat, NH4OH 12% dan H2SO4 pekat. Kemudian warna yang telah terbentuk setelah ditetesi kemudian diamati.


Hasil Pengamatan


Pembahasan
Zat pewarna dari sumber alami telah digunakan untuk makanan, obat-obatan, dan kosmetika. Zat pewarna alami kini telah banyak digantikan dengan pewarna buatan yang memberikan lebih banyak kisaran warna yang telah dibakukan. Zat pewarna sintetis, secara umum dapat dibagi kedalam dua golongan, yaitu zat pewarna asam, dan zat pewarna dasar. Contoh pewarna dari jenis asam adalah amaranth dan tartrazine. Sebagian besar pewarna yang dinyatakan aman untuk digunakan, dipakai sebagai pewarna makanan dan sediaan obat-obatan. Pewarna tersebut merupakan garam natrium dari asam sulfat.
Zat pewarna juga digunakan sebagai zat diagnostic, desinfektan dan, zat dalam proses pengobatan. Zat warna merah, seperti garam aluminium atau kalsium dari zat warna larut air, sering kali ditambahkan pada aluminium hidroksida, dan sering digunakan sebagai pewarna pada tablet dan gelatin pada kapsul. Stabilitas warna dari zat pewarna dipengaruhi oleh cahaya, pH, oksidator, reduktor, dan surfaktan.
Penambahan bahan pewarna makanan mempunyai beberapa tujuan, di antaranya adalah memberi kesan menarik bagi konsumen, menyeragamkan dan menstabilkan warna, serta menutupi perubahan warna akibat proses pengolahan dan penyimpanan ( Mudjajanto, 2003 ).
Secara garis besar pewarna dibedakan menjadi dua, yaitu pewarna alami dan sintetik. Kelemahan pewarna alami ini adalah warnanya yang tidak homogen dan ketersediaannya yang terbatas, sedangkan kelebihannya adalah pewarna ini aman untuk dikonsumsi. Jenis yang lain adalah pewarna sintetik. Pewarna jenis ini mempunyai kelebihan, yaitu warnanya homogen dan penggunaannya sangat efisien karena hanya memerlukan jumlah yang sangat sedikit. Akan tetapi, kekurangannya adalah jika pada saat proses terkontaminasi logam berat, pewarna jenis ini akan berbahaya. Khusus untuk makanan dikenal pewarna khusus makanan (food grade). Padahal, di Indonesia, terutama industri kecil dan industri rumah tangga, makanan masih sangat banyak menggunakan pewarna nonmakanan (pewarna untuk pembuatan cat dan tekstil).
Dari data hasil pengamatan didapat bahwa dari sampel yang diujikan sebagian besar negative mengandung pewarna sintetis yang berbahaya jika dikonsumsi. Sampel yang negative itu diantaranya yaitu Fanta, saus, kerupuk merah dan selai nanas. Sedangkan sampel lainnya positif mengandung pewarna makanan yang berbahaya bagi kesehatan, hal ini ditunjukan dengan hasil pengamatan yang menunjukan bahwa kerupuk hijau mengandung tartrazine, selai nanas dengan penambahan wantex mengandung amaranth, kukubima ungu mengandung erythrosine, dan segarsari mengandung anline yellow.
Pewarna bertujuan untuk memberi kesan menarik bagi konsumen, menyeragamkan dan menstabilkan warna, serta menutupi perubahan warna akibat proses pengolahan dan penyimpanan. Namun hal ini harus mendapat perhatian, dikarenakan undang-undang penggunaan zat pewarna di Indonesia belum diterapkan secara tegas, maka terdapat kecenderunga terjadinya penyalahgunaan pemakaian zat pewarna untuk produk makanan dan minuman. Misalnya zat pewarna untuk tekstil dal kulit dipakai untuk mewarnai makanan atau minuman. Hal ini sangat membahayakan bagi kesehatan karena adanya residu logam berat pada pewarna tersebut. Timbulnya penyalahgunaan ini sebagian besar disebabkan oleh kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai zat pewarna untuk makanan dan minuman, atau tidak ada penjelasan yang rinci dalam label yang melarang penggunaan zat pewarna tertentu untuk pangan. Faktor lain adalah harga zat pewarna untuk tekstil yang jauh lebih murah dibandingkan dengan harga zat pewarna makanan. Harga zat pewarna makanan memang relatif lebuh tinggi karena bea masuknya jauh lebuh tinggi daripada bea masuk zat pewarna non makanan.
Tartrazin atau Yellow 5 atau C.I.29140 adalah bahan pewarna sintetik yang memberikan warna kuning pada bahan makanan maupun minuman. Bahan ini juga sering dikombinasikan dengan Brilliant Blue FCF (suatu bahan pewarna) untuk memberikan gradasi warna hijau. Tartrazin banyak terdapat pada produk makanan, minuman, mie instant, pudding, serta permen. Zat ini juga terdapat dalam sabun, kosmetik, sampo, serta moisturizers. Menurut The American Academic of Pediastrics Committee on Drugs, tartrazin dapat menyebabkan gangguan kesehatan, diantaranya adalah tumor pada kelenjar tiroid, Lymphocytic lymphomas, serta kerusakan kromosom.
Menurt literature bahwa pewarna erythrosine dapat menyebabkan efek sampan tumor thyroid dan sangat berbahaya bagi kesehatan. Selain itu pewarna amaranth dapat menyebabkan kematian yang cepat. Oleh karena itu pewarna ini merupakan pewarna makanan yang berbahaya apabila dikonsumsi.
Rhodamine B, yaitu zat pewarna yang lazim digunakan dalam industri tekstil, namun digunakan sebagai pewarna makanan. Berbagai penelitian dan uji telah membuktikan bahwa dari penggunaan zat pewarna ini pada makanan dapat menyebabkan kerusakan pada organ hati. Pada uji terhadap mencit, diperoleh hasil ; terjadi perubahan sel hati dari normal menjadi nekrosis dan jaringan disekitarnya mengalami disintegrasi atau disorganisasi. Kerusakan pada jaringan hati ditandai dengan terjadinya piknotik (sel yang melakukan pinositosis ) dan hiperkromatik (pewarnaan yang lebih kuat dari normal) dari nukleus. Degenerasi lemak dan sitolisis dari sitoplasma. Batas antar sel tidak jelas, susunan sel tidak teratur dan sinusoid tidak utuh. Semakin tinggi dosis yang diberikan, maka semakin berat sekali tingkat kerusakan jaringan hati mencit. Secara statistik, terdapat perbedaan yang nyata antara kelompok kontrol dengan kelompok perlakuan dalam laju rata-rata pertambaan berat badan mencit ( Anonimus, 2006 ).
Sedangkan menurut studi yang dilakukan oleh Universitas Hokoriku, Kanazawa, Jepang. Efek Rhodamine B pada kosmetik adalah pada proliferasi dari fibroblas yang diamati pada kultur sistem. Rhodamine B pada takaran 25 mikrogram/ml dan diatasnya secara signifikan menyebabkan pengurangan sel setelah 72 jam dalam kultur. Studi ini menghasilkan bahwa 50 mikrogram/ml dalam rhodamine B menyebabkan berkurangnya jumlah sel setelah 48 jam dan lebih. Studi ini juga menyarankan bahwa zat warna rhodamine B menghambat proliferasi tanpa mengurangi penggabungan sel. Gabungan [3H] timidine dan [14C] leusin dalam fraksi asam tidak terlarut dari membran sel secara signifikan dihambat oleh 50 mikrogram/ml Rhodamine B. Rhodamine 6G menyebabkan kerusakan sel yang parah dan rhodamine B secara signifikan mengurangi jumlah sel. Rhodamine 123 tidak memiliki efek yang berarti, sedangkan. Lebih jauh lagi, rhodamine B mengurangi jumlah sel vaskuler endothelial pada pembuluh darah sapi dan sel otot polos pada pembuluh darah hewan berkulit duri setelah 72 jam dalam kultur. Sehingga tidak berlebihan jika studi ini menyimpulkan bahwa rhodamine B menghambat proses proliferasi lipo fibroblast pada manusia.
Selain itu ada beberapa contoh zat pewarna alami yang biasa dgunakan pada bahan makanan. Biskin, memberikan warna kuning mentega sampai kuning buah persik. Biskin dipeoleh dari pohon Bixa orellana yang terdapat di daerah tropis. Biskin sering digunakan untuk mewarnai mentega, margarin, minyak jagung, dan salad dressing. Karamel, berwarna coklat gelap hasil dari pemanasan terkontrol molase, hidrolisis (pemecahan) zat pati, dextrose, gula pasir, laktosa, sirup malt dan gula invert. Karamel terdiri dari jenis : karamel/untuk roti, biskuit dan cake serta karamel kering. Chocineal, diperoleh dari hewan coccus cacti betina yang dikeringkan (hewan ini hidup pada sejenis kaktus di kepulauan Canary dan Amerika Selatan), bisa memberikan warna merah.
Di Indonesia peraturan penggunaan zat pewarna sintetik diatur melalui SK Menkes RI No. 11332/A/SK?73. zat pewarna sintetis dibagi menjadi tiga akelimpok yaitu FD dan C color untuk makanan, obat-obatan dan kosmetik, D&C color yang diizinkan untuk dipakai pada obat-obatan da kosmetik dalam jumlah yang dibatasi. Contoh pewarna sintetis yang bisa digunakan pada bahan makanan : F&DCRed No. 2, FD&C yellow No.5, FD&C yellow No. 6 (sunset yellow), FD&C yellow No. 4 (Panceau SX), tartrazin untuk warna kuning, blilliant blue untuk warna biru, alura red untuk warna merah.

Simpulan
Pada pengujian warna pada bahan pangan ini menunjukan bahwa sebagian bahan yang diujikan mengandung pewarna sintetis yang sangat berbahaya bagi kesehatan konsumen yang mengkonsumsinya. Hal ini dikarenakan undang-undang penggunaan zat pewarna di Indonesia belum diterapkan secara tegas, maka terdapat kecenderunga terjadinya penyalahgunaan pemakaian zat pewarna untuk produk makanan dan minuman.
Saran
Alat dan bahan yang digunakan harus dicek ketersediaannya sehingga pada saat pelaksanaan waktu yang digunakan dapat 
efesien karena tidak menunggu giliran menggunakan alat yang dibutuhkan untuk kelangsungan praktikum.

Daftar Pustaka
Winarno.(1992). Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama: Jakarta.
Sudarmadji, dkk. (1989). Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty: Yogyakarta.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar