PRAKTIKUM PENGUJIAN WARNA PADA
BAHAN PANGAN
LAPORAN
PRAKTIKUM
Diajukan
untuk Memenuhi Sebagian dari Tugas Mata Kuliah Analisis Pangan dengan Dosen
Pengampu Siti Mujdalipah, S.Tp., M.Si
Oleh :
Neng Rika Nurmala (1203209)
Winda Widia Agustina (1200650)
Kelompok 3

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN
TEKNOLOGI AGROINDUSTRI
FAKULTAS PENDIDIKAN DAN KEJURUAN
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2014
Pengujian Warna pada Bahan Pangan
Neng Rika Nurmala dan Winda Widia Agustina
Pendidikan Teknologi
Agroindustri, Fakultas Pendidikan Teknologi dan Kejuruan, Universitas
Pendidikan Indonesia
Kelompok 3
ABSTRAK
Zat Pewarna adalah bahan tambahan
makanan yang dapat memperbaki warna makanan yang berubah atau menjadi pucat
selama proses pengolahan atau untuk memberi warna pada makanan agar kelihatan
lebih menarik. Zat pewarna yang ditambahkan pada bahan makanan terbagi menjadi
dua bagian yaitu zat pewarna alami dan buatan. Akan tetapi seringkali terjadi
penyalahgunaan pemakaian zat pewarna untuk sembarang bahan pangan, misalnya zat
pewarna untuk tekstil dan kulit dipakai untuk mewarnai bahan pangan. Hal ini
jelas sangat berbahaya bagi kesehatan karena adanya residu logam berat pada zat
pewarna tersebut.
Kata
kunci : zat pewarna alami, zat pewarna buatan
Pendahuluan
Lingkup
bahan tambahan (Food Additives), bahan ikutan (FoodAdjuncts) dan bahan cemaran
(Food Contaminants) yang ada dalam bahan pangan, sangat luas. Dengan
perkembangan teknologi pengolahan bahan makanan yang sangat pesat, maka
bahan-bahan tambahan yang sengaja ditambahkan ke dalam bahan semakin banyak
jumlahnya. Demikian juga makin lama makin banyak yang dapat diidentifikasikan
dan dikenal secara kimiawi. Namun demikian sifat bahan ikutan masih harus
berlaku yaitu kegunaannya sebagai zat gizi tidak ada atau masih diragukan. Juga
bahan cemaran yang masuk ke dalam ahan makanan umumnya dengan tidak disengaja
dan tidak dikehendaki semakin banuak jenisnya. Dengan bertambah rumitnya teknik
pengolahan dan penggunaan peralatan yang semakin beragam, tingkat dan jenis
pencemaran bahan makanan juga semakin banyak.
Bahan tambahan secara definitive
dapat diartikan sebagai: bahan yang ditambahkan dengan sengaja dan kemudian
terdapat dalam makanan sebagai akibt dari berbgai tahap budidaya, pengolahan,
penyimpanan maupun pengemasan. Pada kenyataanya, berbaga bahan tambahan yang
dikenal sekaranf merupakan modifikasi bahan-bahan yang seevara alamiah ada
dalam bahan makanan sebeblumnya. Adapun tujuan penggunaan bahan tambahan adalah
untuk :
1. Mempertahankan
atau memperbaiki nilai gizi makanan. Contohnya: tambahan, iodin, besi, asam
amino.
2. Mempertahankan
kesegaran bahan, terutama untuk menghambat kerusakan bahan oleh mikroorganisme
(jamur, bakteri dan khamir),. Bahan pengawet juga bertuuan untuk mempertahankan
kesefgaran waena maupun aroma. Contohnya: natrium nitrit (mematikan bakteri,
memeprtahankan warna daging), anti oksigen (mencegah ketengikan dengan vitamin
C, Butylated Hydroxy Anisol/BHA atau Butylated Hydroxy Toluen/BHT)
3. Membantu
mempermudah pengoahan dan persiapan. Contohnya: bahan pengmulsi *kuning telur,
lecithin), penstabil, pengental, pengembang (ragi, bubuk roti), pencegah
lengket (antivaking untuk garam halus supaya tidak lengket).
4. Membantu
memperbaiki kenampakan atau aroma makanan. Contohnya: pewarna makanan (alamiah
maupun buatan) dan aroma.
Peningkatan kualitas sumber daya
manusia salah satunya ditentukan oleh kualitas pangan yang dikonsumsinya.
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 menyatakan bahwa kualitas pangan yang
dikonsumsi harus memenuhi beberapa kriteria, di antaranya adalah aman, bergizi,
bermutu, dan dapat terjangkau oleh daya beli masyarakat ( Mudjajanto, 2003 ).
Aman yang dimaksud di sini mencakup bebas dari cemaran biologis, mikrobiologis,
kimia, logam berat, dan cemaran lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan
membahayakan kesehatan manusia.
Bahan pewarna saat ini memang sudah
tidak bisa dipisahkan dari makanan dan minuman olahan. Berbagai makanan yang
dijual di toko, warung dan para pedagang keliling hampir selalu menggunakan
bahan pewarna. Warna ini biasanya menyesuaikan dengan rasa yang ingin
ditampilkan pada produk tersebut. Misalnya untuk rasa jeruk diberi warna
oranye, rasa stroberi dengan warna merah, rasa nanas dengan warna kuning, rasa
leci dengan warna putih, rasa anggur dengan warna ungu, rasa pandan dengan
warna hijau, dan seterusnya.
Secara umum bahan pewarna yang
sering digunakan dalam makanan olahan terbagi atas pewarna sintetis (buatan)
dan pewarna natural (alami). Pewarna sintetis pada umumnya terbuat dari
bahan-bahan kimia. Misalnya tartrazin untuk warna kuning, allura red untuk
warna merah, dan seterusnya. Kadang-kadang pengusaha yang nakal juga
menggunakan pewarna bukan makanan (non food grade) untuk memberikan warna pada
makanan.
Pewarna sintetis masih sangat
diminati oleh para produsen makanan. Alasan pertama adalah masalah harga.
Pewarna kimia tersebut dijual dengan harga yang jauh lebih murah dibandingkan
dengan pewarna alami. Alasan kedua adalah stabilitas. Pewarna sintetis memiliki
tingkat stabilitas yang lebih baik, sehingga warnanya tetap cerah meskipun
sudah mengalami proses pengolahan dan pemanasan. Sedangkan pewarna alami mudah
mengalami degradasi atau pemudaran pada saat diolah dan disimpan.
Masalah yang dapat timbul dari
penggunaan pewarna sintetis yang tidak proporsional pada makanan dan minuman
adalah dapat menimbulkan masalah kesehatan. Pilihan terbaik yaitu dengan
penggunaan pewarna alami, karena menggunakan bahan alam yang tidak menimbulkan
efek negatif pada tubuh. Bahan pewarna sintetis yang boleh digunakan untuk
makanan (food grade) pun harus dibatasi jumlahnya. Karena pada dasarnya, setiap
benda sintetis yang masuk ke dalam tubuh kita akan menimbulkan efek.
Bahan Tambahan Makanan (BTM) atau
food additives adalah senyawa (atau campuran berbagai senyawa) yang sengaja
ditambahkan ke dalam makanan danterlibat dalam proses pengolahan, pengemasan
dan/atau penyimpanan, dan bukanmerupakan bahan (ingredient) utama ( Siagian,
2002 ). Sementara itu pada Undang-undang RI No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan
khususnya pada Bab II (Kemanan Pangan) Bagian Kedua disebutkan banwa yang
dimaksud dengan bahan tambahan pangan adalah bahan yang ditambahkan ke dalam
pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk pangan. Penggunaan bahan tambahan
pangan dalam produk pangan yang tidak mempunyai resiko kesehatan dapat
dibenarkan, karena hal tersebut lazim digunakan.
Peraturan Menteri Kesehatan RI No.
235/MENKES/PER/VI/1979 tanggal 19 Juni 1979 mengelompokkan BTM berdasarkan
fungsinya, yaitu: (1) antioksidan dan antioksidan sinergis, (2) anti kempal,
(3) pengasam, penetral dan pendapar, (4) enzim, (5) pemanis buatan, (6) pemutih
dan pematang, (7) penambah gizi, (8) pengawet, (9) pengemulsi, pemantap dan
pengental, (10) pengeras, (11) pewarna alami dan sintetik, (12) penyedap rasa
dan aroma, (13) sekuestran, dan (14) bahan tambahan lain.
Pewarna makanan merupakan bahan
tambahan pangan yang dapat memperbaiki penampakan makanan. Penambahan bahan
pewarna makanan mempunyai beberapa tujuan, di antaranya adalah memberi kesan
menarik bagi konsumen, menyeragamkan dan menstabilkan warna, serta menutupi
perubahan warna akibat proses pengolahan dan penyimpanan ( Mudjajanto, 2003 ).
Secara garis besar pewarna
dibedakan menjadi dua, yaitu pewarna alami dan sintetik. Pewarna alami yang
dikenal di antaranya adalah daun suji (warna hijau), daun jambu/daun jati
(warna merah), dan kunyit untuk pewarna kuning. Sedangkan menurut GG Birch
(1976), zat pewarna makanan terbagi dalam dua kelompok, yaitu centrified colour
dan uncentrified colour. Uncentrified colour merupakan zat pewarna alami berupa
ekstrak pigmen dari tumbuh-tumbuhan atau hewan dan zat pewarna mineral.
Metodologi
2.1 Waktu dan Tempat
Praktikum ini
dilaksanakan pada Kamis, 6 Maret 2014, bertempat di Laboratorium Kimia Program
Studi Pendidikan Teknologi Agroindustri, Fakultas Pendidikan Teknologi dan
Kejuruan, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.
2.2 Alat dan bahan
Alat-alat yang
digunakan adalah gelas ukur, timbangan analitik, oven, loyang, stopwatch,
kompor. Selanjutnya, bahan-bahan yang digunakan adalah kerupuk, saus, kukubima
selai, wante (pewarna tekstil), Fanta, dan nutrisari.
2.3 Prosedur Kerja Analisa Kualitatif Bahan Pewarna
Sebanyak 30 ml
sampel ditambahkan dengan HCl 0.05N hingga pH larutan menjadi 4. Sampel yang
pada sebelumnya ditambahkan dengan air sebanyak 25ml dengan penambahan sampel
5gr kemudian dihomogenkan dan diambil 30 ml untuk diasamkan dengan HCl 0.05N.
sediakan benang wol dengan panjang 40cm yang akan digunakan untuk mengekstrak
warna, untuk menghilangkan pewarna yang ada didalam benang wal didihkan didalam
air mendidih selama 30 menit dan kemudian dikeringkan dioven sampai benang wol
kering. Benang wol yang telah kering dibagi menjadi 4 bagian dan kemudian
dimasukan kedalam sampel yang telah diasamkan dan didihkan selama 30 menit.
Benang kemudian dikeluarkan dan dicuci dengan aquades yang selanjutkan
dikeringkan kembali. 4 bagian benang wol yang telah kering di letakan diatas
loyang dan masing-masing potongan benang ditetesi NaOH 10%, HCl pekat, NH4OH
12% dan H2SO4 pekat. Kemudian warna yang telah terbentuk
setelah ditetesi kemudian diamati.
Hasil Pengamatan
Pembahasan
Zat pewarna
dari sumber alami telah digunakan untuk makanan, obat-obatan, dan kosmetika.
Zat pewarna alami kini telah banyak digantikan dengan pewarna buatan yang
memberikan lebih banyak kisaran warna yang telah dibakukan. Zat pewarna
sintetis, secara umum dapat dibagi kedalam dua golongan, yaitu zat pewarna
asam, dan zat pewarna dasar. Contoh pewarna dari jenis asam adalah amaranth dan
tartrazine. Sebagian besar pewarna yang dinyatakan aman untuk digunakan,
dipakai sebagai pewarna makanan dan sediaan obat-obatan. Pewarna tersebut
merupakan garam natrium dari asam sulfat.
Zat pewarna
juga digunakan sebagai zat diagnostic, desinfektan dan, zat dalam proses
pengobatan. Zat warna merah, seperti garam aluminium atau kalsium dari zat
warna larut air, sering kali ditambahkan pada aluminium hidroksida, dan sering
digunakan sebagai pewarna pada tablet dan gelatin pada kapsul. Stabilitas warna
dari zat pewarna dipengaruhi oleh cahaya, pH, oksidator, reduktor, dan
surfaktan.
Penambahan
bahan pewarna makanan mempunyai beberapa tujuan, di antaranya adalah memberi
kesan menarik bagi konsumen, menyeragamkan dan menstabilkan warna, serta
menutupi perubahan warna akibat proses pengolahan dan penyimpanan ( Mudjajanto,
2003 ).
Secara garis
besar pewarna dibedakan menjadi dua, yaitu pewarna alami dan sintetik.
Kelemahan pewarna alami ini adalah warnanya yang tidak homogen dan
ketersediaannya yang terbatas, sedangkan kelebihannya adalah pewarna ini aman
untuk dikonsumsi. Jenis yang lain adalah pewarna sintetik. Pewarna jenis ini
mempunyai kelebihan, yaitu warnanya homogen dan penggunaannya sangat efisien
karena hanya memerlukan jumlah yang sangat sedikit. Akan tetapi, kekurangannya
adalah jika pada saat proses terkontaminasi logam berat, pewarna jenis ini akan
berbahaya. Khusus untuk makanan dikenal pewarna khusus makanan (food grade).
Padahal, di Indonesia, terutama industri kecil dan industri rumah tangga,
makanan masih sangat banyak menggunakan pewarna nonmakanan (pewarna untuk
pembuatan cat dan tekstil).
Dari data hasil
pengamatan didapat bahwa dari sampel yang diujikan sebagian besar negative
mengandung pewarna sintetis yang berbahaya jika dikonsumsi. Sampel yang
negative itu diantaranya yaitu Fanta, saus, kerupuk merah dan selai nanas.
Sedangkan sampel lainnya positif mengandung pewarna makanan yang berbahaya bagi
kesehatan, hal ini ditunjukan dengan hasil pengamatan yang menunjukan bahwa
kerupuk hijau mengandung tartrazine, selai nanas dengan penambahan wantex
mengandung amaranth, kukubima ungu mengandung erythrosine, dan segarsari
mengandung anline yellow.
Pewarna
bertujuan untuk memberi kesan menarik bagi konsumen, menyeragamkan dan
menstabilkan warna, serta menutupi perubahan warna akibat proses pengolahan dan
penyimpanan. Namun hal ini harus mendapat perhatian, dikarenakan undang-undang
penggunaan zat pewarna di Indonesia belum diterapkan secara tegas, maka
terdapat kecenderunga terjadinya penyalahgunaan pemakaian zat pewarna untuk
produk makanan dan minuman. Misalnya zat pewarna untuk tekstil dal kulit
dipakai untuk mewarnai makanan atau minuman. Hal ini sangat membahayakan bagi
kesehatan karena adanya residu logam berat pada pewarna tersebut. Timbulnya
penyalahgunaan ini sebagian besar disebabkan oleh kurangnya pengetahuan
masyarakat mengenai zat pewarna untuk makanan dan minuman, atau tidak ada
penjelasan yang rinci dalam label yang melarang penggunaan zat pewarna tertentu
untuk pangan. Faktor lain adalah harga zat pewarna untuk tekstil yang jauh
lebih murah dibandingkan dengan harga zat pewarna makanan. Harga zat pewarna
makanan memang relatif lebuh tinggi karena bea masuknya jauh lebuh tinggi
daripada bea masuk zat pewarna non makanan.
Tartrazin atau
Yellow 5 atau C.I.29140 adalah bahan pewarna sintetik yang memberikan warna
kuning pada bahan makanan maupun minuman. Bahan ini juga sering dikombinasikan
dengan Brilliant Blue FCF (suatu bahan pewarna) untuk memberikan gradasi warna
hijau. Tartrazin banyak terdapat pada produk makanan, minuman, mie instant,
pudding, serta permen. Zat ini juga terdapat dalam sabun, kosmetik, sampo,
serta moisturizers. Menurut The American Academic of Pediastrics Committee on
Drugs, tartrazin dapat menyebabkan gangguan kesehatan, diantaranya adalah tumor
pada kelenjar tiroid, Lymphocytic lymphomas, serta kerusakan kromosom.
Menurt
literature bahwa pewarna erythrosine dapat menyebabkan efek sampan tumor
thyroid dan sangat berbahaya bagi kesehatan. Selain itu pewarna amaranth dapat
menyebabkan kematian yang cepat. Oleh karena itu pewarna ini merupakan pewarna
makanan yang berbahaya apabila dikonsumsi.
Rhodamine B,
yaitu zat pewarna yang lazim digunakan dalam industri tekstil, namun digunakan
sebagai pewarna makanan. Berbagai penelitian dan uji telah membuktikan bahwa
dari penggunaan zat pewarna ini pada makanan dapat menyebabkan kerusakan pada
organ hati. Pada uji terhadap mencit, diperoleh hasil ; terjadi perubahan sel
hati dari normal menjadi nekrosis dan jaringan disekitarnya mengalami
disintegrasi atau disorganisasi. Kerusakan pada jaringan hati ditandai dengan
terjadinya piknotik (sel yang melakukan pinositosis ) dan hiperkromatik
(pewarnaan yang lebih kuat dari normal) dari nukleus. Degenerasi lemak dan
sitolisis dari sitoplasma. Batas antar sel tidak jelas, susunan sel tidak
teratur dan sinusoid tidak utuh. Semakin tinggi dosis yang diberikan, maka
semakin berat sekali tingkat kerusakan jaringan hati mencit. Secara statistik,
terdapat perbedaan yang nyata antara kelompok kontrol dengan kelompok perlakuan
dalam laju rata-rata pertambaan berat badan mencit ( Anonimus, 2006 ).
Sedangkan
menurut studi yang dilakukan oleh Universitas Hokoriku, Kanazawa, Jepang. Efek
Rhodamine B pada kosmetik adalah pada proliferasi dari fibroblas yang diamati
pada kultur sistem. Rhodamine B pada takaran 25 mikrogram/ml dan diatasnya
secara signifikan menyebabkan pengurangan sel setelah 72 jam dalam kultur.
Studi ini menghasilkan bahwa 50 mikrogram/ml dalam rhodamine B menyebabkan
berkurangnya jumlah sel setelah 48 jam dan lebih. Studi ini juga menyarankan
bahwa zat warna rhodamine B menghambat proliferasi tanpa mengurangi
penggabungan sel. Gabungan [3H] timidine dan [14C] leusin dalam fraksi asam
tidak terlarut dari membran sel secara signifikan dihambat oleh 50 mikrogram/ml
Rhodamine B. Rhodamine 6G menyebabkan kerusakan sel yang parah dan rhodamine B
secara signifikan mengurangi jumlah sel. Rhodamine 123 tidak memiliki efek yang
berarti, sedangkan. Lebih jauh lagi, rhodamine B mengurangi jumlah sel vaskuler
endothelial pada pembuluh darah sapi dan sel otot polos pada pembuluh darah
hewan berkulit duri setelah 72 jam dalam kultur. Sehingga tidak berlebihan jika
studi ini menyimpulkan bahwa rhodamine B menghambat proses proliferasi lipo
fibroblast pada manusia.
Selain itu ada
beberapa contoh zat pewarna alami yang biasa dgunakan pada bahan makanan.
Biskin, memberikan warna kuning mentega sampai kuning buah persik. Biskin
dipeoleh dari pohon Bixa orellana yang terdapat di daerah tropis. Biskin sering
digunakan untuk mewarnai mentega, margarin, minyak jagung, dan salad dressing.
Karamel, berwarna coklat gelap hasil dari pemanasan terkontrol molase,
hidrolisis (pemecahan) zat pati, dextrose, gula pasir, laktosa, sirup malt dan
gula invert. Karamel terdiri dari jenis : karamel/untuk roti, biskuit dan cake
serta karamel kering. Chocineal, diperoleh dari hewan coccus cacti betina yang
dikeringkan (hewan ini hidup pada sejenis kaktus di kepulauan Canary dan
Amerika Selatan), bisa memberikan warna merah.
Di Indonesia
peraturan penggunaan zat pewarna sintetik diatur melalui SK Menkes RI No.
11332/A/SK?73. zat pewarna sintetis dibagi menjadi tiga akelimpok yaitu FD dan
C color untuk makanan, obat-obatan dan kosmetik, D&C color yang diizinkan
untuk dipakai pada obat-obatan da kosmetik dalam jumlah yang dibatasi. Contoh
pewarna sintetis yang bisa digunakan pada bahan makanan : F&DCRed No. 2,
FD&C yellow No.5, FD&C yellow No. 6 (sunset yellow), FD&C yellow
No. 4 (Panceau SX), tartrazin untuk warna kuning, blilliant blue untuk warna
biru, alura red untuk warna merah.
Simpulan
Pada pengujian
warna pada bahan pangan ini menunjukan bahwa sebagian bahan yang diujikan
mengandung pewarna sintetis yang sangat berbahaya bagi kesehatan konsumen yang
mengkonsumsinya. Hal ini dikarenakan undang-undang penggunaan zat pewarna di
Indonesia belum diterapkan secara tegas, maka terdapat kecenderunga terjadinya
penyalahgunaan pemakaian zat pewarna untuk produk makanan dan minuman.
Saran
Alat dan bahan
yang digunakan harus dicek ketersediaannya sehingga pada saat pelaksanaan waktu
yang digunakan dapat
efesien karena
tidak menunggu giliran menggunakan alat yang dibutuhkan untuk kelangsungan
praktikum.
Daftar Pustaka
Winarno.(1992).
Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama: Jakarta.
Sudarmadji,
dkk. (1989). Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty: Yogyakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar