Penentuan umur simpan
produk pangan dapat dilakukan dengan menyimpan produk pada kondisi penyimpanan
yang sebenarnya. Cara ini menghasilkan hasil yang paling tepat, namun
memerlukan waktu yang lama dan biaya yang besar. Kendala yang sering dihadapi
oleh industri dalam penentuan umur simpan suatu produk adalah masalah waktu,
karena bagi produsen hal ini akan mempengaruhi jadwal launching suatu produk
pangan. Oleh karena itu diperlukan metode pendugaan umur simpan cepat, mudah,
murah dan mendekati umur simpan yang sebenarnya. Pendugaan umur simpan produk
pangan dapat dilakukan dengan dua metode yaitu extended storage studies (ESS), accelerated
storage studies (ASS), dan Accelerated
Shelf-life Testing (ASLT).
à Perumusan
Berdasarkan ESS (Extended Storage
Studies)
ESS sering juga disebut metoda
konvensional, adalah penentuan tanggal kadaluwarsa dengan jalan menyimpan suatu
seri produk pada kondisi normal sehari-hari sambil dilakukan pengamatan
terhadap penurunan mutunya (usable quality) hingga mencapai tingkat mutu
kadaluwarsa. Metode ini akurat dan tepat, namun pada awal-awal penemuan dan
penggunaannya, metoda ini dianggap memerlukan waktu panjang dan analisa
parameter mutu yang relatif banyak. Dewasa ini metoda ESS sering digunakan
untuk produk yang mempunyai waktu kadaluwarsa kurang dari 3 bulan. Metoda ESS
dapat juga diterapkan pada produk yang mempunyai waktu kadaluwarsa lebih dari 3
bulan dengan cara digunakan bersamaan dengan metode ASS dengan bantuan Weibull
Hazard Analysis, dengan demikian akan dapat menyingkat waktu penentuan waktu
kadaluwarsa.
Menurut Gacula dan Kubala (1975) untuk
melakukan penelitian umur simpan dalam keadaan yang sebenarnya (tidak
terakselerasi = konvensional) harus dibuat rancangan percobaan yang sesuai.
Mereka membagi bentuk desain percobaan penentuan kadaluwarsa menjadi 3 jenis
percobaan :
a. Partially
Staggered Design
Pada penerapan
partially staggered design dapat dilakukan pengolahan data menggunakan regresi
sederhana.
b. Staggered
Design
Pengolahan data
staggered design dilakukan menggunakan Weibull Hazard Analysis.
c. Completely
Staggered Design
Pengolahan data
completely staggered design dilakukan menggunakan Weibull Hazard Analysis.
Ketiga jenis desain tersebut dapat
menggunakan data subyektif (hasil penilaian dengan indera) maupun data obyektif
(hasil pengukuran fisik, kimia atau mikrobiologis). Hal ini sengaja ditekankan
untuk membedakannya dengan metoda akselerasi yang menggunakan data obyektif,
khususnya pada metoda semi empiris.
à Perumusan
Berdasarkan ASS (Accelerated Storage
Studies )
ASS menggunakan suatu kondisi lingkungan
yang dapat mempercepat (accelerated) reaksi deteriorasi (penurunan usable
quality) produk pangan. Kerusakan yang berlangsung dapat diamati dengan cermat
dan diukur. Hal ini dapat dilakukan dengan mengontrol semua lingkungan produk
dan mengamati parameter perubahan yang berlangsung. Keuntungan dari metoda ASS
ini membutuhkan waktu pengujian yang relatif singkat (3 sampai 4 bulan), namun
tetap memiliki ketepatan dan akurasi yang tinggi.
Metoda Akselerasi pada dasarnya adalah
metoda kinetik yang disesuaikan untuk produk-produk pangan tertentu. Model yang
diterapkan pada penelitian ini menggunakan dua cara pendekatan yaitu :
a.
Pendekatan Kadar Air
Kritis
Pendekatan
Kadar Air Kritis dengan bantuan teori difusi, yaitu suatu cara pendekatan yang
diterapkan untuk produk kering dengan menggunakan kadar air atau aktifitas air
sebagai kriteria kadaluwarsa. Pada metoda ini kondisi lingkungan penyimpanan
memiliki kelembaban relatif (relative humidity) yang ekstrim. Produk pangan
kering yang disimpan akan mengalami penurunan mutu akibat penyerapan uap air.
Persamaan matematika merupakan alat bantu yang digunakan dan pada dasarnya
persamaan ini adalah deskripsi kuantitatif dari sistem yang terdiri dari
produk, bahan pengemas, dan lingkungan
b.
Pendekatan Semi Empiris
Pendekatan Semi Empiris dimulai dengan
menganggap bahwa perubahan mutu produk pangan akan mengikuti pola reaksi :
A → Produk Intermediat → B
Dalan keadaan ini konsentrasi mutlak A
maupun B tidak dianalisa akan tetapi yang diukur adalah perubahan konsentrasi
produk intermediat terhadap waktu. Perubahan konsentrasi ini dianggap
proporsional terhadap penurunan konsentrasi produk A maupun peningkatan
konsentrasi produk B. Penetapan umur simpan dengan pendekatan semi empiris ini
menggunakan bantuan persamaan Arrhenius.
à Metode
pendugaan umur simpan dapat dilakukan dengan metode Accelerated Shelf-life Testing (ASLT)
Metode pendugaan umur simpan dapat
dilakukan dengan metode Accelerated Shelf-life Testing (ASLT), yaitu dengan
cara menyimpan produk pangan pada lingkungan yang menyebabkannya cepat rusak,
baik pada kondisi suhu atau kelembaban ruang penyimpanan yang lebih tinggi.
Data perubahan mutu selama penyimpanan diubah dalam bentuk model matematika,
kemudian umur simpan ditentukan dengan cara ekstrapolasi persamaan pada kondisi
penyimpanan normal. Metode akselerasi dapat dilakukan dalam waktu yang lebih
singkat dengan akurasi yang baik. Metode ASLT yang sering digunakan adalah
dengan model Arrhenius dan model kadar air kritis sebagaimana dijelaskan
berikut ini.
·
Metode ASLT model
Arrhenius
Metode
ASLT model Arrhenius banyak digunakan untuk pendugaan umur simpan produk pangan
yang mudah rusak oleh akibat reaksi kimia, seperti oksidasi lemak, reaksi
Maillard, denaturasi protein, dan sebagainya. Secara umum, laju reaksi kimia
akan semakin cepat pada suhu yang lebih tinggi yang berarti penurunan mutu
produk semakin cepat terjadi. Produk pangan yang dapat ditentukan umur simpannnya
dengan model Arrhenius di antaranya adalah makanan kaleng steril komersial,
susu UHT, susu bubuk/formula, produk chip/snack, jus buah, mi instan, frozen
meat, dan produk pangan lain yang mengandung lemak tinggi (berpotensi
terjadinya oksidasi lemak) atau yang mengandung gula pereduksi dan protein
(berpotensi terjadinya reaksi kecoklatan).
Karena
reaksi kimia pada umumnya dipengaruhi oleh suhu, maka model Arrhenius
mensimulasikan percepatan kerusakan produk pada kondisi penyimpanan suhu tinggi
di atas suhu penyimpanan normal. Laju reaksi kimia yang dapat memicu kerusakan
produk pangan umumnya mengikuti laju reaksi ordo 0 dan ordo 1 (persamaan 1 dan
2). Tipe kerusakan pangan yang mengikuti model reaksi ordo nol adalah degradasi
enzimatis (misalnya pada buah dan sayuran segar serta beberapa pangan beku);
reaksi kecoklatan non-enzimatis (misalnya pada biji-bijian kering, dan produk
susu kering); dan reaksi oksidasi lemak (misalnya peningkatan ketengikan pada
snack, makanan kering dan pangan beku). Sedangkan tipe kerusakan bahan pangan
yang termasuk dalam rekasi ordo satu adalah (1) ketengikan (misalnya pada
minyak salad dan sayuran kering); (2) pertumbuhan mikroorganisme (misal pada
ikan dan daging, serta kematian mikoorganisme akibat perlakuan panas); (3)
produksi off flavor oleh mikroba; (4) kerusakan vitamin dalam makanan kaleng
dan makanan kering; dan (5) kehilangan mutu protein (makanan kering) (Labuza,
1982).
Konstanta
laju reaksi kimia (k), baik ordo nol maupun satu, dapat dipengaruhi oleh suhu.
Karena secara umum reaksi kimia lebih cepat terjadi pada suhu tinggi, maka
konstanta laju reaksi kimia (k) akan semakin besar pada suhu yang lebih tinggi.
Seberapa besar konstanta laju reaksi kimia dipengaruhi oleh suhu dapat dilihat
dengan menggunakan model persamaan Arrhenius.
Model
Arrhenius dilakukan dengan menyimpan produk pangan dengan kemasan akhir pada
minimal tiga suhu penyimpanan ekstrim. Percobaan dengan metode Arrhenius
bertujuan untuk menentukan konstanta laju reaksi (k) pada beberapa suhu
penyimpanan ekstrim, kemudian dilakukan ekstrapolasi untuk menghitung konstanta
laju reaksi (k) pada suhu penyimpanan yang diinginkan dengan menggunakan
persamaan Arrhenius (persamaan 3). Dari persamaan tersebut dapat ditentukan
nilai k (konstanta penurunan mutu) pada suhu penyimpanan umur simpan, kemudian
digunakan perhitungan umur simpan sesuai dengan ordo reaksinya (persamaan 1 dan
2).
·
Model Kadar Air Kritis
Kerusakan
produk pangan dapat disebabkan oleh adanya penyerapan air oleh produk selama
penyimpanan. Produk pangan yang dapat mengalami kerusakan seperti ini di
antaranya adalah produk kering, seperti snack, biskuit, krupuk, permen, dan
sebagainya. Kerusakan produk dapat diamati dari penurunan kekerasan atau
kerenyahan, dan/atau peningkatan kelengketan atau penggumpalan. Laju penyerapan
air oleh produk pangan selama penyimpanan dipengaruhi oleh tekanan uap air
murni pada suhu udara tertentu, permeabilitas uap air dan luasan kemasan yang
digunakan, kadar air awal produk, berat kering awal produk, kadar air kritis,
kadar air kesetimbangan pada RH penyimpanan, dan slope kurva isoterm sorpsi
air, faktor-faktor tersebut diformulasikan oleh Labuza dan Schmidl (1985)
menjadi model matematika (persamaan 4) dan digunakan sebagai model untuk
menduga umur simpan. Model matematika ini dapat diterapkan khususnya untuk
produk pangan kering yang memiliki kurva isoterm sorpsi air (ISA) berbentuk
sigmoid.
Model
matematika tersebut dapat dilihat pada persamaan (5). Untuk menentukan ∆P
diperlukan data aktivitas air (aw) produk, dengan asumsi terjadi kesetimbangan
antara RH di dalam kemasan dengan aw produk.
Model
untuk menduga umur simpan produk pangan yang mudah rusak karena penyerapan air
adalah dengan pendekatan metode kadar air kritis. Data percobaan yang diperoleh
dapat mensimulasi umur simpan produk dengan permeabilitas kemasan dan
kelembaban relatif ruang penyimpanan yang berbeda.
Produk
pangan yang mengandung kadar sukrosa tinggi, seperti permen, umumnya bersifat
higroskopis dan mudah mengalami penurunan mutu selama penyimpanan yang
disebabkan oleh terjadinya penyerapan air. Umur simpan produk seperti ini akan
ditentukan oleh seberapa mudah uap air dapat bermigrasi ke dalam produk selama
penyimpanan dengan menembus kemasan. Semakin besar perbedaan antara kelembaban
relatif lingkungan penyimpanan dibandingkan kadar air produk pangan, maka air
semakin mudah bermigrasi.
Kurva
ISA sukrosa dan produk pangan yang mengandung sukrosa tinggi lebih sulit
ditentukan, karena sifat higroskopis dari gula yang menyebabkan penyerapan air
berlangsung terus menerus dan tidak mencapai kondisi kesetimbangan, terutama
pada kelembaban relatif (RH) di atas 75% (Guo, 1997). Kurva ISA produk pangan
yang mengandung gula tinggi juga tidak berbentuk sigmoid sehingga kadar air
ksetimbangan dan kemiringan kurva sulit ditentukan (Adawiyah, 2006). Oleh
karena itu, penentuan umur simpan produk pangan yang mengandung kadar gula
tinggi tidak dapat menerapkan model persamaan (4). Pendekatan yang dapat
dilakukan adalah dengan memodifikasi model persamaan (4) dengan mengganti slope
kurva ISA (b) dan kadar air kesetimbangan (Me) dengan perbedaan tekanan (∆P)
antara di dalam dan di luar kemasan (Labuza dan Schmidl, 1985). Hal ini
didasarkan pada prinsip terjadinya migrasi uap air dari udara ke dalam produk
yang disebabkan oleh perbedaan tekanan udara antara di luar kemasan dan di
dalam kemasan.
Anggono, wikeu.
2012. Pendugaan Umur simpan produk pangan dengan Metode Accelerated Shelf-life
Testing (ASLT). http://makalah73.blogspot.com/2012/12/pendugaan-umur-simpan-produk-pangan.html